Selasa, 30 April 2013

BAB 5 : HUKUM PERJANJIAN


Hukum Perjanjian
Ditinjau dari Hukum Privat
  • Pengertian Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian
perjanjian ini mengandung unsur :
  1. Perbuatan,Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
  2. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
  3. Mengikatkan dirinya, Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
  • Standar Kontrak
  1. Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
    1. Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
    2. Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
  1. Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
    1. Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
  • Suatu kontrak harus berisi:
  1. Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
  2. Subjek dan jangka waktu kontrak
  3. Lingkup kontrak
  4. Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
  5. Kewajiban dan tanggung jawab
  6. Pembatalan kontrak
  • Macam-Macam Perjanjian
Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut:
  1. Perjanjian dengan cumua-Cuma dan perjanjian dengan beban.
    1. Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
    2. Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
    3. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
      1. Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
      2. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
      3. Perjanjian konsensuil, formal dan riil.
        1. Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
        2. Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis.
        3. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
        4. Perjanjian bernama, tidak bernama, dan campuran.
          1. Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHerdata ditambah titel VIIA.
          2. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
          3.  Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.
  • Syarat-syarat sah perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
  1. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka  yang berada dibawah pengampunan.
  1. Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
  1. Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.
  • Saat lahirnya perjanjian
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1331 (1) dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Artinya, apabila obyek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum. Sehingga masing-masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim.
Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak memenuhi unsur subjektif, misalnya salah satu pihak berada dalam pengawasan dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini dapat dibatalkan di hadapan hakim. Sehingga, perjanjian tersebut tidak akan mengikat kedua belah pihak. Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masing-masing pihak telah menyepakati isi perjanjian. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana apabila salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian ini (wan prestasi)?
Terdapat langkah pasti yang bisa mengatasi persoalan ini, yaitu pihak yang tidak melaksanakan perjanjian akan dimintai tanggung jawabnya sebagai pihak yang telah lalai atau bahkan melanggar perjanjian.
Pihak yang tidak melaksanakan perjanjian diberlakukan hal sebagai berikut.
  1. mengganti kerugian yang diderita oleh pihak yang satunya;
  2. materi perjanjiannya dibatalkan oleh kedua belah pihak atau di hadapan hakim;
  3. mendapatkan peralihan resiko; dan
  4. membayar seluruh biaya perkara apabila pihak yang merasa dirugikan mengajukannya ke muka hakim.
  • PEMBATALAN DAN PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
  • Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat  perjanjian atau pun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:
  1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
  2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
  3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
  4. Terlibat hukum
  5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan atau wewenang dalam melaksankan perjanjian
  • Pelaksanaan perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian  itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

Sumber :

lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/…/Hukum+Perjanjian.pdf
http://0wi3.wordpress.com/2010/04/20/hukum-perjanjian/ 
http://evianthyblog.blogspot.com/2011/03/hukum-perjanjian-saat-lahirnya.html 
http://patriciasimatupang.wordpress.com/2012/06/05/satndar-kontrak-dan-macam-macam-perjanjian/ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar